A review by renpuspita
Efek Jera by Tsugaeda

adventurous challenging mysterious tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

3.5

 
Dinta menghela napasnya panjang, "Ini semua nggak bakal kejadian kalau kamu berpikir pakai isi kepala, bukan isi celana..."


Pas baca - baca review gue untuk Sudut Mati, ternyata gue pas ketemu Tsugaeda sekitar tahun 2014-2015an pernah nodong "lanjutin ceritanya Makarim Ghanim dong!". Gue ga ngira, lima tahun setelah ngomong itu, di tahun 2020 Tsugaeda beneran dong nulis tentang Makarim lagi! Memang di sinopsinya tidak ada clue yang mengarah kalau Makarim akan jadi salah satu karakter dengan role cukup besar di buku ini. But, I'm still surprised, nonetheless! Buku ini emang jedanya cukup lama setelah Tsugaeda merilis Sudut Mati dan juga diterbitkan oleh penerbit yang berbeda. I know Tsugaeda personally (sama-sama 1 sekolah di SMA dulu), walau sayangnya kami jarang ngobrol karena Tsugaeda lebih banyak di IG, sementara gue anak Twitter. Tapi gue tetap ngikutin karya - karyanya Tsugaeda, termasuk tentunya Efek Jera ini.

Ditulis dari sudut pandang pertama tokoh utama, yaitu Dio Prasetyo. Anak jalanan but book smart and street smart, yang lalu direkrut oleh Sarjono atau kerap dipanggil Om Jon, untuk melakukan investigasi ke salah satu maskapai di Indonesia, yaitu Penida Airways. Dimana salah satu pilot Penida melakukan bunuh diri, tapi Om Jon curiga kalau si pilot ini aslinya dibunuh. Bekerja sama dengan Makarim Ghanim dan seorang angel investor, Om Jon membuat start up yang tujuannya untuk memberi efek jera pada badan - badan/pengusaha yang merugikan negara. Maka Dio pun jadi ikut terseret saat melakukan investigasi ke Penida Airways, dan mau ga mau membahayakan nyawanya sendiri karena ada orang2 yang ga mau penyelidikan ke Penida Airways dilanjutkan.

Lucunya, atau ironisnya, Penida Airways yang mengusung slogan LCC (Low Cost Carrier) ini pasti mengingatkan pembaca sama salah satu maskapai beneran yang ada di Indo. Bahkan salah satu dialog pemiliknya:

 
"Kami mungkin maskapai terburuk di dunia, tapi orang - orang Indonesia tidak punya pilihan, kan? Seat kami masih penuh. Pemasukan masih lancar di hampir semua rute. Orang Indonesia yang penting harga murah dan kami bisa memberikannya."


Ring any bells, huh? Di luar skema LCC, ketidak adilan Penida Airways ke pilot2nya ini juga ngingetin kita ke issue salah satu maskapai dengan logo warna biru (I don't need to explain, lol). Gue masih inget berisiknya Twitter saat itu dimana banyak issue-issue bertebaran sampai akhirnya jadi heboh. Yah, Tsugaeda emang selalu memasukkan kasus aktual ke dalam bukunya. Tentunya kisahnya sendiri tetap dibuat fiksi. Tapi kalau kamu ngikutin kondisi politik dan sebagainya, pasti bakal langsung ngeh. Sarkasmenya Tsugaeda emang ga ada lawan, gue bisa ngerasain sinisnya dia dari sosok Dio. Emang sangat blak - blakan, walau gue juga cukup setuju sama pandangannya.

 
"Di Indonesia ini, Dio, daripada punya tenaga dalam, lebih baik punya orang dalam."


Berbeda dengan Muslihat Berlian (yang gue baca duluan, meski rilisnya setelah Efek Jera), Efek Jera ini cukup down-to-earth ceritanya dan cukup related sama dunia nyata. Gaya nulisnya Tsugaeda masih enak dibaca, apalagi ini pake sudut pandang orang pertama. Cuma nih, cumaaa...ini layout bukunya berasa kayak boros kertas. Emang nyaman di mata, tapi gue merasa ini agak - agak boros kertas deh hahaha. Jadi walau bukunya ada 300 halaman lebih, tapi sebenarnya bisa cuma dibawah itu. Mungkin karena pace ceritanya juga cepet, gue juga ikutan cepet bacanya. Sayangnya, bagian terakhir - terakhir jadi lumayan kedodoran, pun eksekusi terakhir terkait nasib Penida Airways rasanya agak...terlalu gampang yah? Beberapa bagian pun menurut gue cukup deskriptif sehingga mungkin agak mengorbankan porsi aksinya. Pun Dio agak berasa "wuih hebat bener, ini seriusan baru 19 tahun?" Tapi yah, mungkin karena Dio udah lama di jalanan dan pun dia itu aslinya anak pinter cuma nasibnya buruk aja. Despite my complaints, buku ini tetep seru sih buat diikuti, apalagi gue emang suka sama gaya nulisnya Tsugaeda.

Efek Jera menambah satu lagi judul novel karya penulis lokal untuk genre thriller-suspense yang cukup jarang ditemui di Indonesia karena gempuran novel - novel romansa. Gaya nulis yang lugas dan pace yang cepat, tapi sekaligus juga menyentil isu-isu yang akan tetap relevan sampe saat ini, bikin buku ini cocok dibaca dalam sekali duduk. Petualangan Dio sebagai salah satu agen investigasi dibawah arahan Om Jon dan Makarim Ghanim ternyata masih berlanjut di Sisi Liar. Jadi ga sabar pengen baca, walau sejujurnya ketimbang Dio, gue lebih sukaan Dinta sih hahaha. Plus penasaran sama Om Jon yang hebat banget, tapi tetep agamis (ini gue merasa konten agama di buku ini cukup lumayan, wkwkw, dimana Om Jon selalu mengingatkan Dio buat ga ninggalin sholat X)) ).

 
"Tadinya aku orang yang skeptis pada segala hal, apalagi pada keadilan. Disini hanya mimpi siang bolong saja kalau orang - orang kecil seperti aku meminta keadilan pada orang - orang besar. Mereka terlalu kuat dan berkuasa. Meminta keadilan pada mereka berarti menantang. Tantangan yang pasti berujung kekalahan. Tidak ada gunanya melawan. Sudah biarkan saja. Hidup sendiri mengurus urusan masing - masing. Tapi pekerjaan ini memperlihatkan sendiri kepadaku, bahwa rasa pesimisku itu mungkin salah. Kita masih bisa melakukan sesutu. Dan aku tahu Om Jon memang ingin menunjukkan itu padaku"


Expand filter menu Content Warnings