Scan barcode
A review by veraveruchka
Five Quarters of the Orange by Joanne Harris
5.0
Starting off quite slow, but escalating fastly, heart-pinching in all the right place. Like other Harris' books, it's a magic spell that keeps you reading, enticed by how the innocence and mysteries were stirred.
Tema-tema favorit Harris dieksplorasi lagi di sini. Hubungan ibu dan anak, rahasia-rahasia kota kecil, dan tentu, gambaran hidangan yang seakan jadi bumbu magis pelengkap karya ini. Kali ini, sajian istimewa Harris berwujud Framboise Dartigen, seorang wanita tua yang kembali ke desa masa kecilnya dan membuka creperie kecil di sana. Dengan menggunakan nama Francoise Simon, namanya setelah menikah, tidak ada yang menyangka bahwa dia adalah anak Mirabelle Dartigen, seorang wanita yang dianggap iblis nomor wahid akibat apa yang dilakukannya pada penduduk desa pada masa perang dunia kedua. Bermodalkan usaha creperie serta buku masak merangkap buku harian ibunya, Framboise berharap dia dapat hidup tenang dan berdamai dengan masa lalunya. Namun kalau itu terjadi begitu saja, kita tidak akan punya cerita, bukan?
Bergantian, Harris menuturkan kehidupan Framboise masa kini dengan Framboise saat berusia 9 tahun, saat Perancis diduduki Jerman. Dia adalah anak liar dibanding dua saudaranya yang lebih tua, Cassis dan Reine Claude. Hobinya adalah memancing di sungai Loire, berimajinasi, dan membangkang pada ibunya yang emosional dan sulit ditebak. Seperti kebanyakan anak-anak, Framboise berusaha keras untuk diterima dan 'dianggap' di dunia orang dewasa. Terlalu keras, bahkan, karena dia mewarisi kekeraskepalaan ibunya. This seemingly innocence of youth ended when she and her siblings met a group of German soldier, and one of the most charming and intriguing soldier ever, Tomas Leibniz.
Sejak kecil, tampaknya karakter Framboise sudah terasa 'dark'. Pantang menyerah, pantang menunjukkan kelemahan, dan itu membuatnya getir karena ia tahu ia mewarisi itu dari ibunya. Bahkan saat tua, sifat itu juga tidak berubah. Keren, betapa Harris dapat menuturkan satu karakter dalam dua timeline yang berbeda tanpa kehilangan ciri khasnya. This girl grow into this woman, there's no doubt about it.
Jalinan rahasia kota kecil plus kehidupan mereka saat Perang Dunia...rapi dan menyentak. Saya kehabisan kata-kata menggambarkan betapa buku ini memikat. Tidak hanya imajinasi dan emosi, saya bahkan rasanya hampir dapat merasakan deskripsi yang dibuat Harris benar-benar secara sensoris. Saya membayangkan, kondisi Harris sebagai synesthete tentu sangat membantu dalam melukiskan karya-karyanya ini.
I'm officially Harris' fans! And this book...I recommend it for everyone who wants a little bit of magic in the form of a book to accompany them through holidays or busy days alike.
Tema-tema favorit Harris dieksplorasi lagi di sini. Hubungan ibu dan anak, rahasia-rahasia kota kecil, dan tentu, gambaran hidangan yang seakan jadi bumbu magis pelengkap karya ini. Kali ini, sajian istimewa Harris berwujud Framboise Dartigen, seorang wanita tua yang kembali ke desa masa kecilnya dan membuka creperie kecil di sana. Dengan menggunakan nama Francoise Simon, namanya setelah menikah, tidak ada yang menyangka bahwa dia adalah anak Mirabelle Dartigen, seorang wanita yang dianggap iblis nomor wahid akibat apa yang dilakukannya pada penduduk desa pada masa perang dunia kedua. Bermodalkan usaha creperie serta buku masak merangkap buku harian ibunya, Framboise berharap dia dapat hidup tenang dan berdamai dengan masa lalunya. Namun kalau itu terjadi begitu saja, kita tidak akan punya cerita, bukan?
Bergantian, Harris menuturkan kehidupan Framboise masa kini dengan Framboise saat berusia 9 tahun, saat Perancis diduduki Jerman. Dia adalah anak liar dibanding dua saudaranya yang lebih tua, Cassis dan Reine Claude. Hobinya adalah memancing di sungai Loire, berimajinasi, dan membangkang pada ibunya yang emosional dan sulit ditebak. Seperti kebanyakan anak-anak, Framboise berusaha keras untuk diterima dan 'dianggap' di dunia orang dewasa. Terlalu keras, bahkan, karena dia mewarisi kekeraskepalaan ibunya. This seemingly innocence of youth ended when she and her siblings met a group of German soldier, and one of the most charming and intriguing soldier ever, Tomas Leibniz.
Sejak kecil, tampaknya karakter Framboise sudah terasa 'dark'. Pantang menyerah, pantang menunjukkan kelemahan, dan itu membuatnya getir karena ia tahu ia mewarisi itu dari ibunya. Bahkan saat tua, sifat itu juga tidak berubah. Keren, betapa Harris dapat menuturkan satu karakter dalam dua timeline yang berbeda tanpa kehilangan ciri khasnya. This girl grow into this woman, there's no doubt about it.
Jalinan rahasia kota kecil plus kehidupan mereka saat Perang Dunia...rapi dan menyentak. Saya kehabisan kata-kata menggambarkan betapa buku ini memikat. Tidak hanya imajinasi dan emosi, saya bahkan rasanya hampir dapat merasakan deskripsi yang dibuat Harris benar-benar secara sensoris. Saya membayangkan, kondisi Harris sebagai synesthete tentu sangat membantu dalam melukiskan karya-karyanya ini.
I'm officially Harris' fans! And this book...I recommend it for everyone who wants a little bit of magic in the form of a book to accompany them through holidays or busy days alike.