Scan barcode
A review by renpuspita
The Empress of Ice Cream - Semanis Es Krim by Anthony Capella
challenging
informative
lighthearted
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
"Cinta bagai es. Merangkak menyelimutimu, merasuki tubuhmu diam-diam, menghancurkan pertahananmu, menemukan relung-relung paling dalam dagingmu. Tidak seperti panas atau sakit atau terbakar melainkan lebih seperti mati rasa di dalam seakan-akan jantungmu sendiri mengeras, mengubahmu menjad batu. Cinta mencengkerammu, meremasmu dengan kekuatan yang sanggup memecah batu karang atau mengoyak lambung kapal. Cinta mampu mengangkat lempeng ubin yang berat, menghancurkan marmer, melayukan dedaunan di pohon.
Aku mencintainya, tapi aku tidak akan pernah memilikinya."
Kalau bisa dirangkum dalam satu kalimat, maka buku The Empress of Ice Cream atau yang diterjemahkan jadi "Semanis Es Krim" ini sebetulnya sederhana saja. Sebuah ungkapan yang sudah diketahui banyak orang. Harta. Tahta. Wanita.
Gue sudah baca tiga karya Anthony Capella dan sudah hapal dengan kepiawaiannya memadukan unsur-unsur makanan, sensualitas dan untuk novelnya yang berjudul The Wedding Officer, kejadian sejarah. Jika The Wedding Officer mengambil latar belakang Italia pada WW II dengan tokoh orang Inggris dan Italia, maka The Empress of Ice Cream pun sebenarnya ga jauh berbeda. Hanya saja kali ini timelinenya mundur jauh ke abad 17. Tepatnya di sekitar tahun 1670-an, masa pemerintahan Charles II dari House of Stuart dimana salah satu narasi di buku ini dikisahkan dari sudut pandang pertama sang gundik Raja yaitu Louise de Keroualle. Dari namanya saja udah berasa Prancis banget maka tak heran kalau Prancis pun juga jadi salah satu setting ceritanya, lengkap dengan penceritaan masa kekuasaan Raja Louis XIV dan Istana Versaillesnya yang digdaya.
Lah, katanya Capella nulis tentang makanan? Ya, sabar dulu gaes. Kalau di The Food of Love dan The Wedding Officer fokus pada kulinari Italia, maka di buku ini ya sudah jelas es krim lah primadonanya. Buku ini dimulai dengan catatan editor yang awalnya sih kayak beneran, tapi seiring cerita gue baru ngeh kalau tokoh Carlo Demirco ini benernya karangan Capella aja. Memanfaatkan confectioner tak bernama yang (katanya) memperkenalkan es krim yang awalnya adalah hidangan khusus hanya untuk Raja untuk kemudian akhirnya bisa dinikmati rakyat jelata, Capella memutuskan untuk memberi nama si confectioner ini dengan nama Carlo. Tidak adanya catatan resmi tentang sang confectioner maupun The Book of Ices yang berisi resep - resep buatan Carlo yang menghiasi semua bab yang bercerita dari sudut pandang Carlo membuat Capella dengan bebas mengintepretasikan apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Pun dengan karangan tentang buku catatan harian Louise yang entah emang beneran ada atau ngga, maka semua sudut pandang Louise pun diceritakan berdasarkan interpretasi Capella. TAPI karena Louise de Keroualle ini orang yang beneran ada ya maka banyak fakta - fakta sejarah juga orang - orang yang beneran ada seperti saingan Louise dalam merebut perhatian Charles II yaitu sesama gundik bernama Nell Gwynne dan Hortense Mancini. Siap - siap aja googling siapa mereka di wiki yah.
Buku ini mungkin buat beberapa orang sangat vulgar, tapi kalau mengingat kebebasan seksual jaman abad 17 kayaknya gue juga ga heran - heran amat. Orang Inggris sendiri dikisahkan sangat barbar, tapi pembaca melihatnya dari sudut pandang Carlo yang orang Italia dan sudah lama jadi confectionernya Raja Louis XVI di Prancis yang tentunya masih lebih elegan. Pun Louise juga aslinya orang Prancis. Membaca bab - bab dari Louise membuat gue sering bilang "yaelaaah". Untuk wanita yang mengagung-agungkan kemuliaan, pada akhirnya toh Louise menerima nasibnya untuk menjadi gundik (alias royal mistress) Charles II setelah setahun berusaha keras menolak rayuan sang Raja. Louise yang naif, angkuh dan sombong akhirnya bersikap pragmatis karena ambisinya ya diatas segalanya, karena siapa juga yang ga mau jadi wanita yang walau bukan seorang Ratu tapi pendapatnya didengar oleh Charles II bahkan melebihi sang Ratu sendiri. Hal ini bikin gue teringat sama adegan di Dune, dimana Lady Jessica membesarkan hati Chani yang harus rela Paul menikahi Putri Irulan karena Chani punya kedudukan lebih tinggi akibat cinta Paul. Hal itu juga berlaku sama untuk Charles II dan Louise, karena pada akhirnya toh walau Louise jadi wanita yang paling dibenci oleh Inggris saat itu karena dia orang Prancis dan juga Katolik, tetap saja Louis yang mengendalikan Charles II, Raja yang dikenal enggan mengambil keputusan.
Capella sendiri berusaha menyeimbangkan porsi manuver politik, fakta sejarah dan juga pembuatan es krim. Sejujurnya gue lebih menyukai bab dari PoV Carlo karena membaca proses Carlo membuat es krim itu sangat mengagumkan. Berbeda dengan masa kini yang mana es krim itu gampang aja dibuatnya, di abad 17 segalanya terasa rumit. Penjelasan ilmiah tentang bagaimana es terbentuk dan es krim terbuat sangatlah panjang. Carlo harus melewati banyak trial and error sebelum akhirnya dia bisa membuat es krim yang kita kenal. Di awal - awal sampai pertengahan buku pembaca akan disuguhkan pembuatan minuman dingin seperti cordiale atau sorbet. Untuk sorbet sendiri tekniknya ternyata berasal dari orang Parsi yang juga adalah majikan Carlo pada saat awal cerita. Untuk bahan - bahan yang menjadi dasar es krim tentunya adalah bahan yang pada saat itu langka. Bayangkan aja, harga nanas seharga emas dan cuma boleh dihidangkan untuk Raja. Bahkan Louis XIV sangat menggemari pir yang dikembangkan banyak varietasnya untuk dia aja. Jaman sekarang kita bisa beli nanas 10ribu rupiah dapat banyak atau pir pun ga terlalu mahal. Tapi saat jaman itu? Buah - buahan itu dianggap eksotis dan bahkan lada serta rempah - rempah pun masih mahal, sementara di masa sekarang kita enak aja beli di kang sayur depan rumah.
Kalau kamu berharap buku ini bakal romantis, maka ya siap - siap untuk berpikir sebaliknya. Tokoh - tokoh di buku Capella sebelumnya, The Food of Love dan Wedding Officer mendapatkan happy end mereka. Untuk Carlo dan Louise, mereka mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan apa yang mereka mau. Carlo memang sangat mencintai Louise, mungkin karena sikap Louise yang tangguh pada awalnya, tapi bahkan saat Louise sudah jadi gundik Charles II pun Carlo masih tetep cinta. Gue jadi kasian bacanya tapi ya ungkapan bahwa cinta bisa membutakan itu benar. Walau Louise adalah tokoh wanita yang tangguh dan sudah ciri khas Capella membuat tokoh wanita tangguh serta berpendirian, gue lebih menyukai tokoh Hannah yang seorang pelayan (dan juga pelacur) yang membantu Carlo dalam membuat es krim serta pembuat pai yang lezat. Jika gue bisa bersimpati sama Carlo, maka agak susah untuk berlaku sama pada Louise. Gue ngerasa bagian - bagian Louise rada lebay tapi gue juga salut sama cara Capella menuliskan Louise dari yang awalnya gadis naif nan angkuh menjadi wanita yang berambisi dan menghalalkan segala cara untuk mengamankan posisinya di tanah Inggris. Dikelilingi oleh banyak bangsawan, gundik saingan dan rakyat yang siap kapan saja melihat kejatuhan Louise dari tahta.
Gue jarang baca hisfic dengan unsur makanan tapi Capella dengan piawai menggabungkan keduanya. Sayangnya, The Empress of Ice Cream ini sepertinya buku hisfic dengan tema makanan terakhir yang ditulis Capella (gue belum baca yang The Various Flavor of Coffee) karena Capella sekarang lebih banyak nulis thriller. Padahal gue yakin riset Capella untuk buku ini ga main - main, apalagi setelah Catatan Editor yang rada mengecoh di bagian awal, Capella juga menambahkan Catatan Sejarah di bagian akhir yang emang adalah fakta sejarah. Jadi buku ini mayan cocok kalau kamu suka baca hisfic tentang Kerajaan Inggris di abad 17 dan segala intrik politiknya. Plus, sesuatu hal yang menarik karena di jaman itu gundik tetap dianggap punya kekuatan untuk kemudian peran ini dipandang tercela di era modern.
Yang jelas, habis baca buku ini, gue jadinya ngiler pengen makan es krim :9
Graphic: Infidelity, Racial slurs, Sexual content, Religious bigotry, and Alcohol
Moderate: Adult/minor relationship, Pregnancy, Sexual harassment, and War
Minor: Animal cruelty, Death, and Slavery