A review by renpuspita
Maut di Udara by Agatha Christie

mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

 Kasus pembunuhan dimana pelakunya sebenarnya cukup mujur karena kalau saja seandainya Poirot waktu di pesawat Promotheus yaitu tempat terjadinya pembunuhan itu ga mabuk udara dan tidur, pasti bakal ketahuan. TAPI, bahkan meski sempat tidur pun, dengan kemampuan deduksi dan '"sel - sel kelabunya", Poirot berhasil menebak si pelaku dengan tepat. Bahkan masih sempat-sempatnya "ngadalin" pelakunya 🤣. Misteri kenapa ada lebah di pesawat (apakah buku ini yg menginspirasi filmnya Samuel L. Jackson yang Snake on a Plane?) terjawab sudah.

Death in the Clouds atau Maut di Udara ini bagian dari series Poirot tapi penceritaannya dari sudut pandang orang ketiga serba tahu. Kali ini tokoh selain Poirot yang hadir adalah Inspektur Japp, walau gue lupa apa dia pernah ada di buku tertentu dan ternyata dia ada di The ABC Murders. Maklum saat baca buku itu gue ingetnya Hastings doang, hehe. Walau kasusnya sendiri terjadi di ruang terbatas dan uniknya lagi, di pesawat, kali ini Poirot tidak memecahkan kasus di kejadian perkara. Ada persidangan yang menyelidiki kasus pembunuhan Madame Giselle dan kasusnya menjadi sensasional, mengubah nasib beberapa penumpang yang juga masuk list tersangka pembunuh Madame Giselle. 

Dari buku ini aja, Dame Christie sudah menantang pembaca. Hayoloh, gimana caranya ngebunuh Madame Giselle tanpa ketahuan semua penumpang di kabin? Ada 11 orang (termasuk Madame Giselle) di kabin itu dimana posisi Madame Giselle ada di pojok paling belakang. Siapapun yang membunuh Madame, minimal setidaknya ketahuan. Apalagi ada dugaan Madame dibunuh dengan jarum beracun yang ditiup dari seruling. Bahkan sampai ada percobaannya segala! Dari sini juga Poirot berkata pada Fournier, polisi Prancis yang juga menyelidiki kasus pembunuhan, bahwa jangan cuma mengandalkan mata saja alias penyelidikan visual, tapi juga "mata otak". Dengan petunjuk - petunjuk itulah, Poirot akhirnya berhasil mendeduksi siapa pelakunya. Suatu deduksi yang menurut gue cukup briliant dan agak sedikit ngetwist, karena ya lagi-lagi gue ga kepikiran kalau ternyata howdunnitnya begitu! Mungkin agak lebih bisa dipraktekkan daripada howdunnit di Death on the Nile, apalagi kalau melihat bagian dalam pesawat Prometheus yang cukup gede itu. Jangan dibandingkan sama pesawat komersil lah ya.

Salah satu fakta yang unik dari buku ini, selain jarum beracun dengan racun dari bisa ular dll, adalah bagian dimana Dame Christie "balas dendam" ke suaminya saat itu yaitu Max Mallowan dengan menulis bagian dimana ada seorang suami yang meninggalkan istrinya yang lagi sakit di sebuah hotel di Suriah (atau Syria) hanya untuk mengejar kepentingannya di Irak. Bisa jadi kejadian ini sangat berbekas juga buat Dame Christie sampai dimasukkan ke dalam buku, lol. Bagian itu ga ada hubungannya sama kasus pembunuhan karena semacam intermezzo saja, tapi tetap menggelitik dibacanya. Kayak emang jangan main - main sama penulis, bisa jadi antara kamu dimatikan di bukunya atau malah diejek ga karuan :P.

Death in the Clouds menjadi salah satu buku dengan kasus misteri yang cara pembunuhannya cukup unik. Tentu saja twistnya pun cukup lumayan dan sejatinya agak memuaskan juga pas tahu pelakunya ternyata sempat dikerjai oleh Poirot tanpa si pelaku sadar. Khas Poirot juga, selalu ada yang akhirnya jadian di ending cerita. Mungkin kalau Poirot bosan jadi detektif, ada baiknya karir sebagai mak comblang perlu dipertimbangkan. 

Expand filter menu Content Warnings