A review by renpuspita
Teka-Teki Terakhir by Annisa Ihsani

inspiring lighthearted mysterious slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.0

Apa kamu suka matpel matematika atau minimal matkul kalkulus? Jika iya, buku debut Annisa Ihsani ini cocok untukmu.

Kamu ga suka matematika karena nilai selalu jeblok atau harus ngulang lagi matkul kalkulus? Hmm, buku ini tetap bisa dibaca sih, tapi bisa jadi diskusi soal matematikanya akan bikin lewat aja sekilas di otak.

Gue termasuk yang suka matematika walau untuk bagian bangun ruang gue agak lemah. Hal yang lucu karena gue masuk teknik sipil dan apa yang dipelajari di sipil? Tentu saja salah satunya tentang bangun ruang, wkwkw. Tapi matematika gue termasuk yang kuat jadi kuliah gue dulu ga sengsara banget dan bahkan seandainya saat ini gue disuruh memecahkan persamaan matematika sederhana mungkin masih bisa meski gue akui sudah lupa semua rumusnya karena terlalu lama tidak dipakai. But, enough about myself. 

Teka Teki Terakhir awalnya gue kira sebuah misteri yang berhubungan dengan perburuan harta karun atau sebuah novel remaja yang ringan. Sebenarnya ceritanya bisa dibilang ringan banget, karena tanpa pembahasan terkait Teorema Terakhir Fermat, maka kisah hidup Laura Welman, seorang bocah berusia 12 tahun saat cerita ini dimulai, bisa dibilang BIASA banget. Konflik - konfliknya khas anak remaja jelang SMP di sebuah kota fiktif Littlewood yang entah berada dimana, tapi mengingat gaya tulisan buku ini kaku bak kanebo kering alias kayak baca terjemahan, maka gue rasa kota tempat tinggal Laura mungkin antara di Inggris atau Amerika atau wherever you want to be. Gaya tulisan yang kaku emang sempat buat gue mengernyit walau lama - lama gue akhirnya terbiasa. Anggap saja ini terjemahan, begitulah pikir gue, agar sesuai sama setting ceritanya (yang entah dimana). 

Yang membuat Teka - Teki Terakhir menarik memang pembahasan tentang Teorema Terakhir Fermat dan juga beberapa bahasan tentang matematika. Sayangnya, karena saat baca buku ini gue ingin bacaan yang ringan, jadinya semua bahasan tentang matematika itu walau unik yang cuma lewat sekelebat aja tanpa gue pengen tahu lebih lanjut. Penceritaan buku yang semuanya dari sudut pandang pertama Laura juga sebenarnya jadi salah satu kelemahan buku ini, karena pada beberapa bagian gue merasa bukan Laura yang bercerita tapi justru pengarangnya! Jadi seorang pribadi Laura dan pribadi Annisa Ihsani ini saling tumpah tindih. Terasa di saat Laura sedang gundah karena persahabatannya dengan Katie rusak itu gue bisa paham kalau ini Laura, tapi saat Laura sedang mendengarkan teori matematika dari Tuan Maxwell gue merasa penjabarannya seperti authornya dan bukan Laura yang ada disana. Tapi gue berusaha maklum aja, karena ini karya debut jadi mungkin belum sempurna dan ga semua penulisan dari sudut pandang pertama itu bisa dibawakan dengan mulus.

Interaksi Laura dengan pasutri Maxwell yang unik emang menjadi salah satu fokus di buku ini, walaupun gue merasa interaksi Laura lebih banyak bersama Nyonya Eliza Maxwell ketimbang Tuan James Maxwell. Tema coming of age yang dibawakan juga cukup oke ditulisnya meski kata mutual gue buku ini "heartwarming", tapi bagi gue kayak yang biasa aja hahaha. Ya, kayak baca kisah remaja pada umumnya meski dibuat lebih level up dengan bahasan tentang matematikanya dan mungkin sedikit pesan moral untuk tidak semudah itu menghakimi orang hanya dari penampakan luarnya. Mungkin karena mood baca gue juga, tidak terlalu banyak kesan hangat atau menggugah yang gue dapatkan setelah baca Teka Teki Terakhir. Walau begitu bukan berarti buku ini jelek, malah menurut gue meski dengan gaya penulisan kaku bak terjemahan pun bukunya bisa dibaca semua kalangan. Tapi gue rasa ga cocok dibaca kalau lagi penat atau butuh hiburan ringan, karena bahasan tentang teori matematika yang ditulis di buku ini butuh perhatian lebih saat membacanya.

Expand filter menu Content Warnings