A review by renpuspita
The Lucky Ones by Tiffany Reisz

dark emotional hopeful sad slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

 The Lucky Ones adalah salah satu novel Tiffany Reisz yang diterjemahkan di Indo oleh Elex, setelah Elex nerjemahin The Siren dan The Priest. Nah, dua judul terakhir itu bikin gue terpana, karena gue tahu Tiffany Reisz itu penulis erotica. Isinya jadi kayak gimana kalau diterjemahkan XD. Pun gue ga baca versi terjemahannya karena toh udah punya versi aslinya. The Lucky Ones sendiri adalah salah satu novel standalone karya Reisz, walau gue baca - baca review ternyata buku ini ada sedikit keterkaitan dengan novelnya yang lain yaitu The Bourbon Thief. Tokoh utama buku ini, Allison Lamarqe adalah wanita simpanan/gundik Cooper McQueen selama 6 tahun, dimana Cooper McQueen adalah salah satu tokoh utama di The Bourbon Thief. Cooper sendiri putus dari Allison setelah wanita yang dikencaninya satu malam mengandung anaknya. Jadi bisa dibilang kisah di The Lucky Ones ini setelah The Bourbon Thief walau menurut gue ga perlu baca buku itu juga. Toh gue juga ga baca :P

Gue kira awalnya genre buku ini adalah misteri, tapi sebenarnya The Lucky Ones lebih ke drama keluarga. Misterinya sendiri walau cukup bikin bertanya - tanya sebenarnya ga terlalu sulit ditebak siapa pelaku sebenarnya yang mendorong Allison sampai jatuh dari tangga dan melupakan masa lalunya saat dia diadopsi seorang dokter bedah otak bernama dr Vincent Capello. Ceritanya sendiri dimulai dengan adegan Allison yang putus hubungan oleh McQueen. Karena ini Reisz, walau awalnya Allison menolak buat having sex untuk yang terakhir kalinya sama McQueen, ujung2nya dia mau juga. Walau kelihatannya kayak gampangan, tapi gue mikir ya pasti akan susah nolak sama cowok yang udah macarin kamu selama 6 tahun lebih kan. 

Skip skip, Allison ternyata dapat surat dari Roland, salah satu anak adopsi dr. Capello untuk balik ke rumah mereka, The Dragon, setelah 13 tahun Allison pergi. Allison yang datang ke The Dragon, ga butuh waktu lama buat ingat masa lalunya dimana dia dan Roland sempat tertarik satu sama lain dan melakukan hal yang ga seharusnya dilakukan anak umur 12 dan 17 tahun, yaitu saling ciuman. Karena ini Reisz (again) dan dia hobi menulis tema - tema tabu tapi dekat dengan keagamaan, maka di adegan reuni Allison dan Roland, mereka akhirnya having sex juga. Mungkin karena udah menahan lama rasa yang terlarang. Parahnya lagi, Roland ini biarawan di gereja lokal XD. Apakah Roland ga selibat? Sepertinya sih ngga, walaupun gua juga kurang paham sama aturan - aturan di biara. Okay, setelah adegan bab - bab awal yang menurut gue cukup wadidaw, gue ingin bilang walau Roland itu anak adopsinya dr Capello dan Allison pernah tinggal bareng, mereka GA ADA hubungan darah. Karena Allison sendiri juga ga pernah diadopsi secara resmi. Di The Dragon, tidak cuma Roland dan Allison saja, karena dr Capello juga mengadopsi dua anak lain, Deacon dan Thora. Keempat anak ini punya masa lalu yang indah, ga perlu lama buat mereka untuk jadi keluarga lagi setelah 13 tahun pergi. Masalahnya, Allison penasaran siapa yang dulu mendorong dia dan rahasia apa yang disembunyikan di rumah itu?

Tema tabu terkait hubungan seksual antara Allison dan Roland (dan juga ada lagi yang lain) menurut gue cukup jinak dan dari terjemahannya sendiri, kayaknya sih diperhalus (gue ga bisa bandingin sama edisi asli). Tapi hal yang paling penting dari The Lucky Ones sebenarnya terkait dengan dunia kesehatan yang diulik cukup mendalam di buku ini. Sampai batas mana seseorang bisa bermain - main sebagai Tuhan? Membaca buku ini memang cukup bergidik karena apa yang terjadi di The Lucky Ones sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Meskipun begitu, gue suka baca buku ini karena trope found familynya dieksekusi dengan baik oleh Reisz. Gue sangat iri dengan kedekatan Allison dengan Roland (yang berujung romantis), Deacon dan Thora. Mereka semua ga ada hubungan darah, tapi mereka jauh lebih dekat daripada sodara kandung. Dialog - dialog antar tokohnya sangat cerdas dan renyah. Gue ga bisa ga simpatik sama Allison, karena kepribadiannya sebenarnya cukup menyenangkan dan gue suka karena dia juga berani buat memperjuangkan kisah cintanya sama Roland walau di mata orang lain mungkin terlarang. Kekuatan utama buku ini emang di relasi antar karakternya walau misterinya sendiri ga sesusah itu. Selain itu karena Allison ini gemar mengutip puisi, ada puisi berjudul Kubla Khan gubahan Samuel Taylor Coleridge yang sedikit banyak cukup menggambarkan buku ini

Tiffany Reisz sekali lagi membuktikan kalau dia emang salah satu author fave gue (walau gue blum baca The Siren hahaha), karena penulisannya yang bagus dan karakterisasi tokoh - tokohnya yang memorable. Terjemahannya sendiri lumayan oke, dengan bbrp typo. Kalau mencari stand alone dengan bumbu misteri dan hubungan yang rada tabu (walau ga sampai bener - bener tabu), buku ini bisa dicoba.

 "Saat kau mencintai seseorang, kadang -kadang kau mengambil pilihan yang tidak ingin kau ambil. Kau melakukan sesuatu untuk membantu mereka, sesuatu yang kau harap tidak harus kau lakukan" 


Expand filter menu Content Warnings