Scan barcode
A review by muduasatubi
Tokyo & Perayaan Kesedihan by Ruth Priscilia Angelina
dark
emotional
reflective
sad
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.75
Meskipun tema yang diangkat berat, tapi penyampaiannya mudah banget untuk dinikmati. Seakan terlihat sederhana, apalagi tiap halamannya gak memuat banyak narasi, tapi dialog antar karakternya punya makna yang dalam. Segala macam bentuk bimbang, menyesal, putus asa juga pertanyaan yang ada di kepala Shira dan Joshua, berhasil bikin aku ikut masuk ke perasaan tersebut.
Aku jadi bayangin hubungan Shira dan Joshua ini ibarat kita (gak sih, bisa jadi aku aja), yang baru aja kenal sama orang-orang di internet. Belum pernah ketemu atau mungkin ada yang udah ketemu di rl satu/dua kali, tapi seakan-akan lewat koneksi yang pada dasarnya gak direncanakan itu, bikin kita justru lebih mudah terbuka dan saling mengerti satu sama lain. Padahal sama orang-orang di rl, buat jujur aja susah banget. Entah kenapa, orang asing lebih cepat menangkap perasaan yang ingin kita sampaikan dibandingkan teman atau orang-orang terdekat kita sendiri. Hal ini juga jadi bikin aku mikir (lagi) selama ini, bukan kita yang berlebihan untuk minta divalidasi, tapi emang dari awal perasaan itu gak pernah sampai kepada mereka si orang-orang terdekat. Dan bisa jadi lagi, kita pun ada di pihak yang gak bisa menangkap perasaan itu, yang pada akhirnya kita cuma saling menyalahkan satu sama lain.
Aku sempet kepo juga sebenarnya untuk bagian ending apakah ada yang bisa menjelaskan lebih pasti, karena meskipun terlihat "happy end" rasanya masih ada aja yang mengganjal, dan ternyata benar. Aku lihat review penulisnya sendiri dan ending yang aku pikir "happy" itu wujudnya cuma ada di kepala Joshua, pun kondisi dia lagi gak baik-baik aja.
Untuk gaya penulisannya sendiri, aku oke-oke aja untuk penggunaan orang ke-satu dan bahasa non-baku, tapi di sini (terutama POV Shira) ada beberapa ketidak-konsistenan, kadang-kadang gue, tiba-tiba berubah jadi aku. But overall ceritanya bagus, memuat visualisasi soal lokasi juga, jadi kita gak perlu repot-repot search sendiri. 🫶🏻
Plus yang menambah kesan gloomy untuk cerita ini adalah visualisasinya yang B&W, seolah-olah menggambarkan memori tentang Tokyo yang muram lewat sudut pandang Joshua (opini pribadi).
Aku jadi bayangin hubungan Shira dan Joshua ini ibarat kita (gak sih, bisa jadi aku aja), yang baru aja kenal sama orang-orang di internet. Belum pernah ketemu atau mungkin ada yang udah ketemu di rl satu/dua kali, tapi seakan-akan lewat koneksi yang pada dasarnya gak direncanakan itu, bikin kita justru lebih mudah terbuka dan saling mengerti satu sama lain. Padahal sama orang-orang di rl, buat jujur aja susah banget. Entah kenapa, orang asing lebih cepat menangkap perasaan yang ingin kita sampaikan dibandingkan teman atau orang-orang terdekat kita sendiri. Hal ini juga jadi bikin aku mikir (lagi) selama ini, bukan kita yang berlebihan untuk minta divalidasi, tapi emang dari awal perasaan itu gak pernah sampai kepada mereka si orang-orang terdekat. Dan bisa jadi lagi, kita pun ada di pihak yang gak bisa menangkap perasaan itu, yang pada akhirnya kita cuma saling menyalahkan satu sama lain.
Aku sempet kepo juga sebenarnya untuk bagian ending apakah ada yang bisa menjelaskan lebih pasti, karena meskipun terlihat "happy end" rasanya masih ada aja yang mengganjal, dan ternyata benar. Aku lihat review penulisnya sendiri dan ending yang aku pikir "happy" itu wujudnya cuma ada di kepala Joshua, pun kondisi dia lagi gak baik-baik aja.
Untuk gaya penulisannya sendiri, aku oke-oke aja untuk penggunaan orang ke-satu dan bahasa non-baku, tapi di sini (terutama POV Shira) ada beberapa ketidak-konsistenan, kadang-kadang gue, tiba-tiba berubah jadi aku. But overall ceritanya bagus, memuat visualisasi soal lokasi juga, jadi kita gak perlu repot-repot search sendiri. 🫶🏻
Plus yang menambah kesan gloomy untuk cerita ini adalah visualisasinya yang B&W, seolah-olah menggambarkan memori tentang Tokyo yang muram lewat sudut pandang Joshua (opini pribadi).
Graphic: Suicide